Senin, 23 Agustus 2021

HUBUNGAN KARAKTERISTIK INDIVIDU DENGAN KEPATUHAN PERAWAT DALAM PENDOKUMENTASIAN KOMUNIKASI SBAR DI KAMAR OPERASI RUMAH SAKIT / THE CORRELATIONS OF INDIVIDUAL CHARACTERISTICS WITH DOCUMENTATION OF SBAR COMMUNICATION IN THE OPERATION ROOM


HUBUNGAN KARAKTERISTIK INDIVIDU DENGAN KEPATUHAN PERAWAT DALAM PENDOKUMENTASIAN KOMUNIKASI SBAR DI KAMAR OPERASI RUMAH SAKIT PONDOK INDAH JAKARTA 2018

 

 

THE CORRELATIONS OF INDIVIDUAL CHARACTERISTICS WITH DOCUMENTATION OF SBAR COMMUNICATION IN THE OPERATION ROOM PONDOK INDAH HOSPITAL JAKARTA 2018

 

 

OLEH:

Eva Rian Saputra 1

Emiliana Tarigan 2

Fulgensius Surianto 3

 

 

ARTIKEL ILMIAH

 

 

 

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN

STIK SINT CAROLUS, JAKARTA

FEBRUARI 2018












HUBUNGAN KARAKTERISTIK INDIVIDU DENGAN KEPATUHAN PERAWAT DALAM PENDOKUMENTASIAN KOMUNIKASI SBAR DI KAMAR OPERASI RUMAH SAKIT PONDOK INDAH JAKARTA 2018

 

THE CORRELATIONS OF INDIVIDUAL CHARACTERISTICS WITH DOCUMENTATION OF SBAR COMMUNICATION IN THE OPERATION ROOM PONDOK INDAH HOSPITAL JAKARTA 2018

 

Eva Rian Saputra

Sekolah Tinggi Ilmu Keperawatan Sint Carolus Jakarta

Email: (evanriansaputra@gmail.com)

 

 

 

ABSTRAK

Dokumentasian SBAR merupakan bentuk komunikasi tertulis dalam pelayanan keperawatan dan untuk meminimalkan human error (Budiono&Pertami, 2015). Kepatuhan dalam mendokumnetasikan ABAR sangat mempengaruhi tindak lanjut komunikasi selajutnya ( Kozier, 2010). Tujuan penelitian ini menganalisa Hubungan Karakteristik Individu Dengan Kepatuhan Perawat Dalam Pendokumentasian Komunikasi SBAR Di Kamar Operasi Rumah Sakit Pondok Indah Jakarta 2018. Metode penelitian ini kuantitatif dengan rancangan cross sectional. Pengumpulan data dilakukan dengan kuesioner dan angket observasi. Jumlah sampel 40 perawat yang berdinas di Kamar Operasi. Pengambilan sampel total sampling, untuk melihat hubungan dangan menggunakan Chi Square. Hasil penelitian ini menunjukkan karateristik berusia < 30 tahun (45,0%), pendidikan D3(67,5%), lama kerja <5 tahun (45,0%), Responden patuh dalam pendokumnetasian (55,0%),  pendokumentasian lengkap (60,0%). Ada hubungan antara Usia dengan kepatuhan perawat dalam pendokumentasian komunikasi SBAR (pvalue: 0,043), Ada hubungan antara pendidikan dengan kepatuhan perawat dalam pendokumentasian komunikasi SBAR (p value: 0,029),  Tidak ada hubungan antara lama kerja dengan kepatuhan perawat dalam pendokumentasian komunikasi SBAR (pvalue: 0,947). Saran yang diharapkan untuk rumah sakit tentang kepatuhan pendokumentasian komunikasi SBAR yang dilakukan perawat kamar operasi dapat  di lakukan dengan baik dengan di sertakan fasilitas pelatihan internal maupun ekternal dan fasilitas komputer sebagai sarana pendokumentasian yang memadai dengan membedakan fasilitas komputer perawat dengan dokter.

 

 

Kata Kunci: Karateristik (Usia, Pendidikan, Lama Kerja), Kepatuhan, Komukasi SBAR

Daftar Pustaka: 21 (2010 - 2018)

 

 

 

 

 

ABSTRACT

Documentation SBAR is a form of written communication in nursing service and to minimize human error (Budiono & Pertami, 2015). Compliance with the ABAR documented greatly influenced follow-up communication (Kozier, 2010). The purpose of this study to analyze Individual Characteristics Relationships With Documentation SBAR Communication In The Operations Room Pondok Indah Hospital Jakarta 2018. This research method is quantitative with cross sectional design. The data were collected by questionnaires and questionnaires. The sample size of 40 nurses served in the Operations Chamber. Sampling total sampling, to see relationships using Chi Square. The results of this study showed characteristics of age <30 years (45.0%), education D3 (67.5%), duration of work <5 years (45.0%), Respondents obedient in pendokumnasianan (55.0%), complete documentation (60.0%). There is relationship between age with nurse compliance in documentation of SBAR communication (pvalue: 0,043). There is relation between education with nurse compliance in documentation of SBAR communication (p value: 0,029). There is no relation between length of work with nurse compliance in documentation of SBAR communication (pvalue : 0.947). Suggestions that are expected for hospitals about compliance with SBAR communication documentation conducted by operating room nurses can be done well with internal and external training facilities and computer facilities as adequate documentation facilities to differentiate computer nurse facilities from doctors.
Keywords: Characteristics (Age, Education, Duration of Work), Compliance, SBAR Cultivation

References: 21 (2010 - 2018)

 

 


Pendahuluan

 UU No 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen yang mengatur agar pengelolaan rumah sakit lebih transparan, berkualitas dan memperhatikan kepentingan  pasien dengan memberi perlindungan kepada konsumen yaitu pasien dan jaminan kepastian hukum. Pengaturan  ini sejalan dengan implementasi standar sasaran keselamatan pasien rumah sakit, yaitu ketepatan identifikasi pasien, meningkatkan komunikasi yang efektif, meningkat keamanan obat yang harus diwaspadai, kepastian tepat lokasi prosedur dan pasien, mengurangi resiko infeksi rumah sakit dan yang terakhir mengurangi resiko pasien jatuh (Standar Nasional Akreditas Rumah Sakit edisi 1, 2017).

 

Salah satu unsur sasaran keselamatan pasien yaitu meningkatkan komunikasi yang efektif. Komunikasi yang sering digunakan oleh perawat yaitu komunikasi pada saat proses serah terima (hand over), agar informasi  dapat berkelanjutan, dan semua informasi tersebut harus didokumetasikan seperti pendokumentasian komunikasi SBAR. Manfaat dokumentasi keperawatan adalah sebagai catatan informasi  tentang keadaan pasien yang merupakan dokumentasi resmi dan bernilai hukum, dan ini merupakan aspek hukum dari sebuah dokumentasi keperawatan (Dermawan, 2012)

 

Perawat merupakan bagian terdepan terhadap pelayanan ke pasien, sehingga memerlukan suatu sistem untuk meningkatkan keselamatan pasien (Patient Safety). Hughes (2008) dari Institute Of Medicine melaporkan bahwa serah terima pasien yang tidak memadai sering sebagai kegagalan pertama dalam keselamatan pasien. Kozier, (2010) mengatakan realitanya dokumentasi asuhan keperawatan masih kurang berkualitas, karena yang dilakukan masih bersifat manual dan konvensional belum disertai dengan perangkat tehnologi yang memadai sehingga mempunyai potensi yang besar terhadap proses terjadinya kelalaian dalam praktek.

 

 Standar sasaran keselamatan pasien di rumah sakit dapat optimal dengan  meningkatkan komunikasi yang efektif terhadap pelayanan ke pasien di rumah sakit baik serah terima maupun dokumentasi keperawatan dengan tepat waktu, akurat, lengkap, tidak bermakna ganda (ambigouos), dan diterima oleh penerima informasi untuk menghindarkan dari kesalahan – kesalahan  (SNARS, 2010).

 

Menurut Niven, (2008) bahwa kepatuhan dapat di pengaruhi oleh usia, pendidikan, jenis kelamin, masa kerja. Perawat juga memiliki karateristik yang dapat mempengaruhi kepatuhannya dalam bekerja khususnya pendokumentasian komunikasi SBAR dalam pelayanan kesehatan pasien. Bila dokumentasi SBAR tidak dilakukan maka akan terjadi kekurangan informasi yang seharusnya diberikan dan kualitas asuhan keperawatan yang di berikan kepada pasien dapat berkurang. Dokumentasi komunikasi SBAR dapat merekam data menjadi jaminan mutu kualitas pelayanan sesuai undang undang perlindungan konsumen dan sasaran keselamatan pasien di rumah sakit dalam Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit, (SNARS).

 

Penelitian Putri Mastini (2015) tentang “Hubungan Tingkat Pengetahuan, Sikap, Beban Kerja Perawat Dengan Kelengkapan Dokumentasi Asuhan Keperawatan di IRNA IDG RSUP Sanglah Denpasar”, menginformasikan bahwa  57.9% perawat mempunyai tingkat pengetahuan kurang, 51,3% mempunyai sikap negative terhadap pendokumentasian asuhan keperawatan. Kelengkapan pendokumentasian asuhan keperawatan secara bermakna di pengaruhi oleh tingkat pengetahuan dan sikap perawat.

 

Rumah Sakit Pondok Indah merupakan rumah sakit kelas B telah terakreditasi KARS 2012 dan JCI tahun 2017. Sejak tahun 2014 pendokumentasian sudah menggunakan trake care. Hasil penelitian Salwati tentang “Gambaran Penerapan Dokumentasi Asuhan Keperawatan Menggunakan Electronic Record di tahun 2015”, bahwa kelengkapan dokumentasi pengkajian 66,7%, tahap diagnosa 59,3%, tahap intervensi 88,9%, tahap tindakan 85,2% dan tahap evaluasi keperawatan sebesar 85,2%. RSPI mempunyai unit kamar operasi dengan 5 ruang tindakan kamar operasi dan 3 tempat tidur di ruang pemulihan. Rata-rata setiap hari terdapat 10-15 tindakan operasi dan dalam sebulan dapat mencapai 400 pasien tindakan di ruang kamar operasi. Jenis operasi meliputi operasi besar 25%, operasi khusus 25%, operasi sedang 25% dan operasi kecil 25%, jumlah tenaga yang kurang memadai menyebabkan sebagian perawat dinas pagi melanjutkan dinasnya ke dinas siang dan perawat dinas siang membantu perawat dinas siang malam. Salah satu dampaknya adalah dokumentasi komunikasi SBAR tergolong masih kurang dilaksanakan oleh perawat kamar operasi.

 

Hasil pengamatan terhadap 80 dokumen pendokumentasian komunikasi SBAR sejak tanggal 1 januari 2018 sampai tanggal 7 januari 2018  didapatkan data sebagai berikut dokumentasi SBAR katagori lengkap 55%, kurang lengkap 23.75%  dan belum terisi 27,5% . Hal ini menunjukkan kepatuhan dalam melakukan pendokumentasian komunikasi SBAR belum optimal, karena indikator sasaran mutu terkait dengan pendokumentasian komunikasi SBAR harus lengkap (100%). Hasil wawancara terhadap 5 orang perawat (perawat bedah dan perawat anastesi) di dapatkan data bahwa ketidaklengkapan pendokumetasian ini disebabkan antara lain: kepadatan pasien operasi sehingga tidak ada waktu luang untuk melakukan pendokumentasian karena harus mempersiapkan pasien operasi selanjutnya dan belum adanya tim audit mutu terhadap pendokumentasian komunikasi SBAR di kamar operasi.

 

Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis tertarik untuk meneliti apakah ada hubungan karakteristik individu dengan kepatuhan perawat dalam pendokumentasian komunikasi SBAR di unit kamar operasi RSPI Jakarta.

 

 

Metode Penelitian

Penelitian yang akan di lakukan  menggunakan metode penelitian deskriptif korelasi kuantitatif dengan desain penelitian cross sectional, dan deskritif observasi yang bertujuan untuk mengidentifikasi apakah ada hubungan yang signifikan antara variabel hubungan karakteristik dengan kepatuhan perawat dalam pendokumetasian  komunikasi SBAR.

Populasi yang akan diteliti adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti (Notoadmodjo, 2012). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perawat yang bekerja di ruang kamar operasi RS Pondok Indah, meliputi petugas kamar operasi yaitu perawat bedah maupun perawat anastesi sebanyak 40 orang perawat

Sampel adalah bagian dari populasi yang dipilih dengan cara tertentu hingga dianggap dapat mewakili sampling tertentu untuk bisa memenuhi atau dapat mewakili populasi (Nursalam, 2008). Penelitian ini menggunakan total sampling. Total sampling adalah teknik pengambilan sampel dimana jumlah sampel sama dengan populasi (Sugiyono, 2013). Alasan mengambil total sampling menurut Sugiyono (2013) adalah jumlah populasi yang kurang dari 100 seluruh populasi dijadikan sampel penelitian semuanya. Menurut Sarantakos dalam bukunya Sosial Research, semakin banyak sampel yang digunakan tidak manjamin nilai akurasi yang tinggi Dengan demikian, sampel yang diambil dari penelitian ini adalah 40 orang responden. Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Pondok indah  di ruang kamar operasi pada bulan juni 2018 sampai dengan juli 2018

 

 

 

 

Hasil dan Pembahasan Penelitian

Analisa Univariat

Analisa Univariat ditampilkan data distribusi frekuensi berupa frekuensi (n) dan Presentase (%) pada setiap tabel.

Tabel 1

Gambaran Karakteristik Usia Responden Di Unit Kamar Operasi Rumah Sakit Pondok Indah.

 

Variabel

Deskripsi

Frekuensi

Persentase

Usia

 

1.      < 30 tahun

2.      30-40 tahun

3.      > 40 tahun

18

11

11

45,0

27,5

27,5

Tingkat Pendidikan

1.      D3 Keperawatan

2.      S1/Ners

27

13

67,5

32,5

Lama Kerja

1.      <5 tahun

2.      5-10 tahun

3.      > 10 tahun

 

18

14

8

45,0

35,0

20,0

Kepatuhan

1.      Patuh

2.      Tidak Patuh

22

18

55,0

45,0

Total

40

100,0

 

Sumber: Data Primer  (2018)

Tabel 1 menunjukkan karakteristik usia responden Di Unit Kamar Operasi Rumah Sakit Pondok Indah berdasarkan usia  responden < 30 tahun sebanyak 18 responden (45,0%), usia responden 30-40 tahun sebanyak 11 responden (27,5%) dan usia responden >40 tahun sebanyak 11 responden ( 27,5%).

 Menurut (Sastrohadiwiryo, 2010) umur kurang dari < 30 tahun masuk dalam dewasa muda, dimana pada masa ini orang akan memfokuskan pada mendapatkan, pekerjaan, memiliki pasangan dan bersosialisasi sebagai relasi. Pada fase ini orang akan berpacu dan bersaing dengan orang lain atau rekan kerjanya agar lebih produktif dalam bekerja. Usia perawat yang diperoleh peneliti di Di Unit Kamar Operasi Rumah Sakit Pondok Indah mayoritas pada usia dewasa muda, sehingga perawat berpacu menggunakan kemampuan motorik, kemampuan mental, penalaran analogis, berpikir kreatif, dan didukung dengan fisik/tenaga yang prima sehingga mampu memberikan pelayanan kesehatan yang maksimal khususnya dalam memberikan asuhan keperawatan.

Tabel 1 menunjukkan karakteristik responden Di Unit Kamar Operasi Rumah Sakit Pondok Indah berdasarkan pendidikan mayoritas lulusan D3 sebanyak 27 responden (67,5%) dan S1/Ners sebanyak 13 responden (32,5%)

Jumlah perawat yang lulus dari D3 keperawatan lebih banyak dikarenakan pada saat penerimaan seleksi karyawan pada awal didirikannya Rumah Sakit Pondok Indah didapatkan lebih banyak lulusan  D3 keperawatan yang melamar dan sesuai dengan kebutuhan rumah sakit tersebut membutuhkan karyawan D3 keperawatan sebagai tenaga  pemberi asuhan keperawatan atau pelaksana keperawatan,  sedangkan untuk tingkat yang lebih tinggi yaitu S1 Keperawatan dibutuhkan untuk memegang struktual sebagai kepala unit. Kemajuan zaman dan tuntutan akreditasi rumah sakit bahwa 20% tenaga keperawatan dengan latar pendidikan Ners.  

 

Rumah Sakit membuat kebijakan dengan mengembangkan tenaga DIII keperawatan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi yaitu Ners. Sehingga pendidikan untuk karwayan dikembangkan menjadi S1 keperawatan karena itu karyawan yang lulusan D3 keperawatan dan mempunyai motivasi kuat untuk  meningkatkan pendidikannya di beri kesempatan untuk meningkatkan pendidikannya untuk meneruskan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi yaitu S1 Keperawatan dan profesi. Saat  ada mencapai 90 karyawan D3 RSPI Pondok Indah dan RSPI Puri Indah dan sudah berjalan 2 periode Hal ini dilakukan untuk memperbaiki mutu pelayanan kesehatan khususnya di dalam bidang keperawatan.

 

Tabel 1 menunjukan karakteristik responden Di Unit Kamar Operasi Rumah Sakit Pondok Indah berdasarkan rata-rata lama kerja terbanyak yaitu < 5 tahun sebanyak 26 responden (45,0%), lama kerja  5-10 tahun sebanyak 14 responden (35,05%) dan lama kerja  >10 tahun sebanyak 8 responden (20,0%). Semakin  lama  perawat bekerja  semakin  banyak  kasus  perawatan  yang  ditanganinya  sehingga  semakin  meningkat pengalamannya  dalam  perawatan, sebaliknya  semakin  singkat  responden  bekerja maka semakin sedikit kasus perawatan yang ditanganinya (Sastrohadiwiryo, 2010). Dengan waktu selama itu pengetahuan perawat  dan keterampilannya terus  diasah  dengan bervariasinya kasus yang ditangani sehingga berdampak dalam perilaku perawatan seorang perawat menjadi lebih baik. Lama kerja memiliki pengaruh dan keterkaitan dengan dengan kelengkapan pendokumentasian SBAR, semakin seseorang bekerja maka semakin banyak pengalaman yang didapat dalam melakukan asuhan keperawatan khususnya pendokumentasian SBAR.

 

Tabel 1 menunjukan bahwa perawat Di Unit Kamar Operasi Rumah Sakit Pondok Indah berdasarkan Kepatuhan Pendokumentasian Komunikasi SBAR yakni patuh sebanyak 22 responden (55,0%). Dokumen adalah suatu catatan yang dapat dijadikan bukti yang sah dalam persoalan hukum, sedangkan pendokumentasian adalah suatu pekerjaan dalam melakukan pencatatan suatu peristiwa, objek atau aktivitas pemberian jasa pelayanan yang dianggap berharga dan penting (Dermawan, 2012). Komunikasi SBAR itu sendiri adalah tehnik komunikasi yang digunakan untuk menyelesaikan project dengan lebih mudah dan menciptakan framework, tehnik tersebut digunakan untuk melaporkan kondisi pasien pada timbang terima keperawatan dalam situsi kritis (Compton, 2012).

 

Berdasarkan tabel kuesioner 5.5 pada pertanyaan kepatuhan dalam pendokumentasian komunikasi SBAR ada 2 pertanyaan penting yang soroti oleh peneliti yakni pada pertanyaan Pendokumetasian komunikasi SBAR sangat menghabiskan waktu saya disetiap tindakan asisten operasi” terdapat 15,9% responden menjawab setuju/iya pada lembar kuesioner yang artinya responden tidak patuh dalam pendokumentasian SBAR yang seharusnya itu dilakukan dan diisi lengkap tanpa alasan apaun. Kemudian pada pertanyaan “Saya membutuhkan bantuan pendampingan teman perawat dalam pengisian pendokumetasian komunikasi SBAR” terdapat 45,0% responden menjawab setuju yang berati perawat ruangan sibuk sehingga membutuhkan tenaga tambahan untuk membantu dalam kegiatan kamar operasi supaya pendokumentasian SBAR dapat terisi dengan lengkap.

 

Menurut Dermawan, (2012) Dokumentasi keperawatan memiliki manfaat bagi pelayanan kesehatan terdapat pasien, manfaat dan penting dokumentasi keperawatan diantaranya Aspek Hukum, Jaminan mutu atau sebagai kwalitas pelayanan, Komunikasi, Keuangan, Pendidikan, Penelitian, dan Akreditas. Pada setiap pendokumentasian asuhan keperawatan yang dilakukan oleh perawat seharusnya memberikan kelengkapan sehingga semua asuhan yang diberikan dapat tercatat dengan baik. Sehingga jika sudah tercatat dengan baik dan benar maka diharapkan perawat terhindar dari hukum yang tidak diinginkan, memberikan janiman terhadap kualitas pelayanan yang diberikan, menciptakan komunikasi yang baik antar sesama perawat atau rekan sejawat lainnya.

 

 

Tabel 2

Gambaran Observasi Lembar Pendokumentasian Komunikasi SBAR Di Unit Kamar Operasi Rumah Sakit Pondok Indah.

Variabel

Deskripsi

Frekuensi

Persentase

Observasi SBAR

1.      Lengkap

2.      Tidak Lengkap

3.      Tidak Dikerjakan

68

1

51

56,6

0,83

42,5

Total

120

100,0

 

  

Sumber: Data Primer (2018)

 

Tabel 2 Berdasarkan hasil observasi terhadap 40 responden dokumentasi SBAR dan masing-masing responden yang melakukan pendokumentasian SBAR mendokumentasikan 3 kasus pendokumentasian SBAR. Didapatkan bahwa sebanyak 68 kasus (56,6%) pendokumentasian SBAR diisi lengkap oleh responden, tidak dikerjakan sebanyak 51 dokumentasi SBAR (42,5%), dan 1 dokumentasi SBAR diisi tidak lengkap (0,83%).

 

Pendokumentasian adalah pekerjaan mancatat suatu peristiwa, objek, atau aktivitas pemberian jasa pelayanan yang diangggap berharga dan penting (Dermawan, 2012). Sedangkan Observasi dalam Pendokumentasian adalah sebuah tindakan yang dilakukan untuk melihat kepatuhan perawat dalam melakukan pendokumentasian SBAR di Rumah Sakit.  Pada observasi yang dilakukan terdapat 56,6% Dokumentasian SBAR dilakukan dengan seharusnya, akan tetapi terdapat 42,5% Dokumentasian SBAR tidak dikerjakan oleh perawat unit operasi, hal tersebut dikarenakan beberapa kendala yang ditemukan antara lain disebabkan oleh sistem pendokumnetasian di Rumah Sakit Sudah menggunakan sistem komputerisasi, akan tetapi fasilitas komputer di ruang sangat terbatas sehingga pendokumentasian yang dilakukan sering terabaikan karena komputer yang digunakan secara bergantian.

 

Hasil wawancara ditemukan juga bahwa perawat junior dan dokter lebih sering tidak melakukan kelengkapan pendokumentasian karena ketidaksesuaian antara jumlah pasien operasi dengan jumlah tenaga yang dinas. sehingga hal tersebut perlu adanya pengawasan dan penembahan tenaga perawat khususnya sehingga hal yang diperlukan dapat terpenuhi dengan baik serta kepala ruangan di unit kamar operasi untuk melakukan observasi dan informasi kepada semua agar melakukan pendokumentasian SBAR secara lengkap untuk kualitas asuhan keperawatan yang dilakukan. Lakukan evelausi pada setiap akhir shift tentang kelengkapan pendokumnetasian yang dilakukan, dan catat apa yang menjadi masalah dan kendala pada saat itu, serta lakukan penyelesaian dengan segera mungkin.

 

 

 

Analisa Bivariat

Analisa bivariat dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel independen yaitu usia, jenis kelamin dan lama kerja responden Di Unit Kamar Operasi Rumah Sakit Pondok Indah dengan variabel dependen yaitu dengan kepatuhan terhadap pendokumentasian SBAR  Di Unit Kamar Operasi Rumah Sakit Pondok Indah. Uji hubungan penelitian ini menggunakan uji Chi Square dengan derajad kemaknaan 5% (0,05). Hubungan antara variabel independen dan dependen dikatakan bermakna bila p value  < 0,05 dan hubungan dikatakan tidak bermakna bila p value ­> 0.05.

 

 

 

 

 

Tabel 3

Hubungan Karakteristik Responden Berdasarkan Usia Dengan kepatuhan perawat dalam pendokumentasian komunikasi SBAR di unit kamar operasi Rumah Sakit Pondok Indah.

 

Variabel Independen

KEPATUHAN

 

 

P value

Patuh

Tidak Patuh

Total

N

%

n

%

n

%

         Usia

 

 

0,043

< 30 tahun

9

50,0

9

50,0

18

100,0

30-40 tahun

6

54,5

5

45,5

11

100,0

> 40 tahun

7

63,6

4

36,4

11

100,0

Total

24

55,0

18

45,0

40

100,0

  Sumber: Data Primer (2018)

Berdasarkan tabel 3 menunjukkan bahwa dari 40 responden dengan usia < 30 tahun patuh dalam pendokumentasian komunikasi SBAR sebesar 50,0%. Hasil uji statistik dengan menggunakan uji Chi Square didapatkan nilai p value: 0,043 berarti p < α berarti hipotesis diterima. Hal ini membuktikan bahwa ada hubungan antara usia dengan kepatuhan perawat dalam pendokumentasian komunikasi SBAR di unit kamar operasi Rumah Sakit Pondok Indah.

Secara fisiologis pertumbuhan dan perkembangan seseorang dapat digambarkan dengan pertambahan umur. Dengan peningkatan umur diharapkan terjadi pertumbuhan kemampuan motorik sesuai dengan tumbuh kembangnya, yang identik dengan idealisme tinggi, semangat tinggi dan tenaga yang prima, hal ini dapat meningkatkan kepatuhan seseorang. (Sastrohadiwiryo, 2010).

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Dini, dkk dengan judul “hubungan karateristik responden dengan kepatuhan terhadap pendokumentasiandengan hasil menyimpulkan bahwa ada hubungan antara usia dengan kepatuhan terhadap pendokumentasian (Pvalue: 0,002).

Peneliti berasumsi bahwa usia responden dalam penelitian yang dilakukan di kamar operasi Rumah Sakit Pondok Indah merupakan usia produktif sehingga Kepatuhan dalam pendokumentasian SBAR di unit kamar operasi Rumah Sakit Pondok Indah sebagian besar patuh. Akan tetapi masih diperlukanya peningkatan kepatuhan secara secara berkenajutan supaya pelayanan keperawatan di Rumah Sakit khususnya pendokumentasian SBAR dapat berjalan dengan baik dan maksimal

 

 

 

Tabel 4

Hubungan Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Dengan dengan kepatuhan perawat dalam pendokumentasian komunikasi SBAR di unit kamar operasi Rumah Sakit Pondok Indah.

 

Variabel Independen

KEPATUHAN

 

 

P value

Patuh

Tidak Patuh

Total

N

%

n

%

N

%

      Tingkat Pendidikan

0,029

DIII Keperawatan

16

59,3

11

40,7

27

100,0

S1/Ners

6

46,2

7

53,8

13

100,0

Total

22

55,0

18

45,0

40

100,0

  Sumber: Data Primer (2018)

Berdasarkan tabel 4 menunjukkan bahwa dari 40 responden dengan tingkat pendidikan DIII Keperawatan sebesar 59,3%. Hasil uji statistik dengan menggunakan uji Chi Square didapatkan nilai p value: 0,029 berarti p < α dimana nilai α: 0,05 yang berarti hipotesis diterima. Hal ini membuktikan bahwa ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan kepatuhan perawat dalam pendokumentasian komunikasi SBAR di unit kamar operasi Rumah Sakit Pondok Indah.

Perawat yang memiliki pendidikan baik dapat melakukan praktik keperawatan yang lebih efektif dan efisien dibanding dengan perawat dengan pendidikan kurang baik, sehingga dapat menghasilkan pelayanan kesehatan yang bermutu tinggi. Perawat merupakan ujung tombak dari keberhasilan asuhan medis di rumah sakit dikarenakan perawat selama 24 jam berhubungan langsung dengan pasien, parawat dituntut untuk dapat mengaktualisasikan diri secara fisik, emosional, dan spiritual untuk merawat orang yang mengalami penyakit kritis. Tingkat pendidikan dapat meningkatkan pengetahuan, sepanjang bahwa pendidikan tersebut merupakan pendidikan yang aktif yang diperoleh secara mandiri, sesuai dengan tahapan-tahapannya. (Niven, 2008).  

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Retyaningsih, dkk (2013) berjudul “Hubungan Karateristik Perawat, Motivasi, Dan Supervisi Dengan Kwalitas Dokumentasi Proses Asuhan Keperawatan” bahwa  ada  hubungan antara tingkat pendidikan DIII keperawatan dengan motivasi baik dengan meningkatkan kualitas dokumentasi asuhan keperawatan dengan P value =0,041. Hasil penelitian ini sejalan dengan teori menurut Azwar A (2011) bahwa Makin tinggi tingkat pendidikan seseorang, makin mudah menerima informasi sehingga makin banyak pula informasi yang dimiliki. Sebaliknya pendidikan yang kurang akan menghambat perkembangan sikap dan pengetahuan seseorang terhadap nilai-nilai yang baru diperkenalkan.

Peneliti berasumsi bahwa pendidikan responden dalam penelitian yang dilakukan di unit kamar operasi Rumah Sakit Pondok Indah merupakan terbanyak pendidikan DIII Keperawatan. Ini fenomena yang berbeda dengan teori yang ada yaitu semakin tinggi pendidikan seseorang tenaga medis khususnya perawat, maka diharapkan mampu melakukan pendokumentasian komunikasi SBAR dengan baik. Dari data total sampling tidak berpengaruh dengan jumlah responden yang berbeda dengan pendidikan DIII keperawatan dengan pendidikan sarjana  dan banyaknya sampel tidak menjamin ke akuratan dan akan di sesuai dengan tempat penelitiannya itu sendiri. Fenomena yang berbeda di tempat penelitian ini dapat dikarenakan pendidikan DIII keperawatan sekalipun dengan motivasi yang tinggi tidak terkalahkan dengan pendidikan sarjana sekalipun dapat menghasilkan pendokumentasian yang baik pula untuk pendokumentasian keperawatan. Sehingga perawat dapat memberikan pelayanan keperawatan di Rumah Sakit secara optimal. Khusus  untuk unit kamar operasi Rumah Sakit Pondok Indah sehingga semua pelaksaan asuhan keperawatan tercatat dengan rapih dan terdokumentasi  dengan baik.

Tabel 5

Hubungan Karakteristik Responden Berdasarkan Lama Kerja Dengan dengan kepatuhan perawat dalam pendokumentasian komunikasi SBAR di unit kamar operasi Rumah Sakit Pondok Indah

 

Variabel Independen

KEPATUHAN

 

 

P value

Patuh

Tidak Patuh

Total

N

%

n

%

N

%

        Lama Kerja

 

 

 

 

 

 

0,947

< 5 tahun

10

55,6

8

44,4

18

100,0

5-10 tahun

8

57,1

6

42,9

14

100,0

>10 tahun

4

50,0

4

50,0

8

100,0

Total

22

55,0

18

45,0

40

100,0










  Sumber: Data Primer (2018)

Berdasarkan tabel 5 menunjukkan bahwa dari 40 responden memiliki tingkat kepatuhan yang baik dengan usia 5-10 tahun melakukan dalam pendokumentasian komunikasi SBAR sebesar 57,1%. Hasil uji statistik dengan menggunakan uji Chi Square didapatkan nilai p value: 0,947 berarti p> α dimana nilai α: 0,05 yang berarti hipotesis ditolak. Hal ini membuktikan bahwa tidak ada hubungan antara lama kerja dengan kepatuhan perawat dalam pendokumentasian komunikasi SBAR di unit kamar operasi Rumah Sakit Pondok Indah.

Lama kerja merupakan faktor yang bisa berpengaruh Pengetahuan seseorang. Berdasarkan Peraturan Perusahaan Rumah Sakit X Periode 2017-2019 pasal 40 tentang Penghargaan Masa Kerja Karyawan RS X Jakarta Barat mengenai lama kerja perawat didapatkan tingkatan sebagai berikut : Masa kerja < 5 tahun, Masa kerja 5 – 10 tahun, Masa kerja 10 – 15 tahun, Masa kerja > 15 tahun. Kepatuhan berhubungan dengan harga diri seseorang di mata orang lain. Orang yang telah memiliki konsep bahwa dirinya adalah orang yang pemurah, akan menjadi malu apabila dia menolak memberikan sesuatu ketika orang lain meminta sesuatu padanya (Umami, 2010). Untuk meningkatkan kepatuhan, perawat perlu memastikan bahwa klien mampu melakukan terapi yang diprogramkan, memahami instruksi yang penting, menjadi partisiapan yang mau berusaha mencapai tujuan terapi, dan menghargai hasil perubahan perilaku yang di rencanakan termasuk dalam pendokumetasian SBAR (Kozier, 2010).

Hasil sejalan dengan hasil penelitian Dias, 2010 yang menyebutkan tidak ada korelasi antara pengalaman kerja dengan pengetahuan tenaga kesehatan dengan Pvalue: 0,947.

Peneliti berasumsi bahwa pengalaman kerja responden dalam penelitian yang dilakukan lama kerja responen dengan kepatuhan perawat dalam pendokumentasian komunikasi SBAR di unit kamar operasi rumah sakit pondok indah berada pada kisaran 5-10 tahun, dimana mereka pada dalam meniti karier yang menuju kemantapan. masih diperlukan proses yang baik dalam peningkatan pengetahuan, dukungan, dan motivasi agar terciptanya dalam pendokumentasian komunikasi SBAR di rumah sakit dapat berjalan dengan baik dan maksimal.

 

Kesimpulan dan Saran

 

Kesimpulan  

Distribusi karakteritik responden berdasarkan usia <30 tahun sebanyak 45,0%, pendidikan D3 sebanyak 67,5%, dan responden memiliki lama kerja <5 tahun sebanyak 45,0%.

Kepatuhan Responden dalam mendokumentasikan komunikasi SBAR Di Unit Kamar Operasi Rumah Sakit Pondok Indah sebanyak 55,0%. Hasil Observasi Pendokumentasian Komunikasi SBAR Di Unit Kamar Operasi Rumah Sakit Pondok Indah berdasarkan kelengkapan pada lembar SBAR yakni lengkap 68 dokumentasi (56,6%), tidak lengkap 1 dokuemntasi (0,83%), dan tidak dikerjakan  51 dokumentasi (42,5%).

Ada hubungan bermakna antara usia perawat dengan kepatuhan perawat dalam pendokumentasian komunikasi SBAR di unit kamar operasi Rumah Sakit Pondok Indah yaitu dengan p value 0,043 (p:value<0,05). Ada hubungan bermakna antara pendidikan perawat dengan kepatuhan perawat dalam pendokumentasian komunikasi SBAR di unit kamar operasi Rumah Sakit Pondok Indah yaitu dengan p value 0,029(p:value<0,05). Tidak ada hubungan bermakna antara lama kerja perawat dengan kepatuhan perawat dalam pendokumentasian komunikasi SBAR di unit kamar operasi Rumah Sakit Pondok Indah yaitu dengan p value 0,947 (p:value>0,05).

 

 

 

Saran

Bagi Rumah Sakit Pondok Indah Jakarta

Hasil penelitian ini sebagai masukan dan pertimbangan bagi pihak Rumah sakit untuk meningkatkan kualitas pelayanan khususnya pendokumentasian pada kelengkapan lembar pendokumentasian komunikasi SBAR yang ada di unit kamar operasi Rumah Sakit Pondok Indah. Dengan cara melibatkan peran penting kepala ruangan untuk melakukan  supervisi dan evaluasi pelaksanaan pendokumentasian komunikasi SBAR setiap shift di Unit Bedah supaya Pendokumentasian dapat berjalan dengan baik. Serta diharapkan Rumah Sakit Pondok Indah Jakarta. Kemudian fasilitas komputer di ruangan unit kamar operasi buat dokter dan perawat sebaiknya dibedakan, supaya pendokumnetasian asuhan keperawatan dan kedokteran dapat berjalan berasamaan terhadap pasien yang ditangani saat itu.

  Serta melibatkan peran Perceptor dalam  pendampingan terhadap perawat junior juga menjadi kendala ketidakpatuhan perawat dalam melakukan pendokumentasian, maka dengan demikian diharapkan penambahan fasilitas dan peningkatan pendampingan setelah fase orientasi perawat baru untuk menujuk clinical instruktur  yang ada di kamar operasi untuk mendampingi perawat baru diruangan kamar operasi  serta evaluasi kelengkapan pendokuemtasian komunikasi SBAR agar dapat menyesuaikan dengan kondisi yang ada di ruangan tersebut.

 

Bagi Institusi Pendidikan

Hasil penelitian ini dapat menjadi sumber data, referensi ataupun bahan rujukan untuk perkembangan ilmu dan pengetahuan terutama di bidang Keperawatan Medikal Bedah dalam dokumentasi keperawatan, Managemen Keperawatan khususnya kepatuhan perawat dalam pelaksanan dokumentasi komunikasi SBAR. Penelitian ini juga berguna sebagai masukan kepada mahasiswa dalam penelitian selanjutnya. Selain itu dapat menjadi sarana Pembelajaran bagi mahasiswa untuk mengembangkan kemampuan di bidang penelitian keperawatan.

                           

Peneliti Selanjutnya

Melihat hasil dari peneltian ini maka diharapkan peneliti selanjutnya dapat meneliti metode yang berbeda untuk mencari penyebab kurangnya pelaksanaan dokumentasi Komunikasi SBAR dengan menggunakan metode observasi langsung. Sehingga dapat meningkatkan  pelaksanaan dokumentasi Komunikasi SBAR dapat diterapkan dengan baik di Rumah Sakit Pondok Indah Jakarta.

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Azwar, S. (2011). Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Compton J, Copeland K,Flanders S,et al.(2012).Implementing SBAR across a large multihospital health system.Jt Comm J Qual Patient Saf

Dermawan, Deden.2012.Proses Keperawatan Penerapan Konsep dan Kerangka Kerja.Gosyen Publising :Yogyakarta.

Dermawan, 2012. Komunikasi Aplikasi SBAR. http://www.stikeskusumahusada.ac.id/digilib/files/disk1/22/. Di Unggah pada tanggal 29 Juli 2018 Jam 21.00 WIB

Hughes, R. G.,(2008) Patient Safety and Quality: An Evidence-Based Handbook for Nurses, Agency for Healthcare Research and Quality U.S. Departement of health and Human Services, 540 Gaither Road Rockville, MD 20850.

Kozier Barbara. (2010). Buku Ajar Praktik Keperawatan Klinis. Edisi 5. Jakarta : EGC.

Niven at al, (2008). Komunikasi SBAR Dalam Keperawatan : Teori Dan Aplikasi. Jakarta: Salemba Medika.

Notoadmodjo, P. D. (2012). Metodologi Penelitian Kesehatan, Edisi Revisi Cetakan Kedua, Jakarta: Rineka cipta.

Nursalam. (2011). Manajemen Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Nursalam.,(2008). Proses dan Dokumentasi Keperawatan konsep dan praktik. Jakarta :Salemba Medika

Nursalam. (2008). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Putri Mastini (2015). Public Health and Preventive Medicine Archive juli 2015 di ruang IGD RSUP Sanglah Denpasar. 174-180.,http://jkb.ub.ac.id/index.php/jkb/article/view/1009, Diperoleh 19 Juli 2016 Jam 13.24 WIB

Retyaningsih Ida Yanti &  Bambang Edi Warsito (2013). “Hubungan Karateristik Perawat, Motivasi, Dan Supervisi Dengan Kwalitas Dokumentasi Proses Asuhan Keperawatan. . http://pmj.bmj.com/content/87/1027/340.short, Diperoleh tanggal 22 Juni 2016.

RI, (2014). Undang-Undang Tentang Keperawatan. Jakarta : Sekretariat Negara

            Robinson Elly. Power Lindal, dan David Allan. (2010). “What works with  Adolescent”. ARFC Briefing , no. 16

Sastrohadiwiryo, Siswanto, B.,(2010). Manajemen Tenaga Kerja Indonesia Pendekatan Administratif dan Operasional. Jakarta : bumi Aksara

Sugiyono. (2013). Metodologi Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta CV.

Sutoto,.(2017).Standar Nasional Akreditas Rumah Sakit, edisi1.Jakarta:Komisi Akreditas Rumah Sakit.

Umami, Zakiyah.(2010). Hubungan Antara Dukungan Sosial Dengan Kepatuhan Terhadap Aturan Pada Mahasiswa Penghuni Ma’had Sunan Ampel Al-Aly Di Universitas Islam Negeri (Uin) Maulana Malik Ibrahim Malang Malang. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Fakultas Psikologi UIN Malang

 





Rabu, 09 April 2014

SEJARAH ANESTESIOLOGI

FILOSOF .... Gnomologis 1732
"Hari ini adalah Tahunurid hari kemarin "

narasumber  buku ANESTESIOLOGI alih bahasa dr jonatan oswari, penerbit buku kedokteran EGC tahun 1994


Tahun Sebelum Masehi

th. 2250
Batu babilonia mencatat tambalan gigi Hyocyamus niger untuk menghilangkan sakit gigi

th. 500
Hippocrates menjelaskan penghilangan nyeri dengan opium.




Tahun Masehi


th. 100
Discorides dari yunani memberikan campuran dari mandragora  untuk menghilangkan nyeri pada pembedahan.

th. 150
Heron dari aleksandria menjelaskan piston medik pertama dan semprit tabung. 

th. 250
Hua T'o,  seorang ahli bedah militer cina, yang menggunakan ganja untuk membuat penderita tidak sadar ketika pembedahan.

th. 1200
Nicolas dari salerno, memberikan pertibangan tentang manfaat inhalasi uap  "busa soporifik" (yang dicelupkan dalam ganja, opium, mandragora dan lain lain ) pada anastesi bedah. (penjelasan menggunakan busa soporifik bertahan sepanjang abad pertengahan).

th. 1540
Valerius Cordus mensintesiskan "minyak manis vitriol" dan dokter Swis paracelsus menjelaskan induksi tidur pada ayam dengan uapnya.

th. 1596
Sir Walter Raleigh (inggris) menjelaskan efek racun panah alami dari Amerika Selatan mungkin Kurare.

th. 1665
Sir Christopher Wren dan sir robert boyle (inggris) mengamati pengaruh suntikan intravena opium kepada anjing.

th. 1730    
  ''''''''''';;;;;//////???????????????? tobe contineu>>>>>>>>>

 











Minggu, 23 Maret 2014

SEJARAH PELOPOR PELOPOR KEDOKTERAN DI INDONESIA










Nama nama Singkatan Tindakan Kamar Operasi

URS
Uretro RenoScopy

ESWL
Elektro Shurt Water Litotripsi

ERCP
Eosofagus Retrograf Cola Myografi

SMR
Sinus Maxilaris Resecsi

RPG
Retrograf Pyelo Grafi

CTS
Carpal Tunal Syndrom

LAR
Law Anterior Recection

AMP
Austin Moore Prothese

THR
Total Hipp Recplasment

TKR
Total Knee Recontrustion

BCS
Breast conserfing Surgery

ORIF
Open Reduction Internal Fixasi

PCL
Posterior Cress Ligament

SC
Sectio Cesaria

KET
Kehamilan Ektopik Tubafalopi

VP Shunt
Ventrikel Peritonium Shunt
 
ACL
Anterior Cruris Ligament

VC
Vries Cope

OD
ODontectomie

TA
Tonsilectomy Adeniod

Bleparoplasty
Operasi Plastik Untuk kelopak mata

FAM
Fibro  Adenoma Mamae

Tumitaq
Abdominalis Plasty

VCUG
Voiding Cysta Uretro Grafi

FESS
Funtion Endoscopy Sinus Surgery

TUR
Trans Uretra Resection 

MVR
Mitral Vulve Replacment

HAL
Hemicolectomie Anterior Laparascopy

DHS
Dinamic Hip Screw

Rabu, 10 April 2013


PT. Penerbit Erlangga


Akan Segera Hadir . . .

                  

                              .......   Kami Melayani Ilmu Pengetahuan    .........



                                                              


























































Jumat, 09 Maret 2012

BAB II TINJAUAN PUSTAKA , Konsep dasar penyaakit asma

BAB II TINJAUAN PUSTAKA
KONSEP DASAR PENYAKIT ASMA

De
finisi Asma.
Asma adalah penyakit yang ditandai oleh obtruksi jalan napas variable, kambuhan dan revesible dengan episode intermiten, mengi dan dispenea, dikaitkan dengan hipersensitivitas bronchial dan inflamasi yang disebabkan oleh berbagai rejanan. (Sandra M. Nettina, 2002).
Asma merupakan gangguan inflamsi kronik jalan napas yang melibatkan berbagai sel inflamasi, hiperaktivitas bronchus dalam berbagai tingkat, obtruksi jalan napar yang bersifat reversible, kurang reversible bahkan relatif nonreversibletergantung berat dan lamanya penyakit, gejala napas mengi atau sesak napas. (Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 2,edisi 3, 2002).

Klasifikasi Asma
Asma diklasifikasikan Ke dalam 6 tipe utama yaitu :












































Kamis, 23 Februari 2012

Penatalaksanaan Dalam Kamar Operasi Dalam Sudut Pandang Penata Anastesi

Perlu diketahui bahwa paparan berikut ini merupakan suatu pengalaman yang diambil dari aktifitas kerja (sudah dilakukan bertahun-tahun) yang memiliki ketidaksamaan terhadap rumah sakit lain tetapi pada prinsip kerja teori praktek semua rumah sakit sama.

Hal ini mengambil sudut pandang dari aktifitas penata anestesi yaitu sebagai berikut :

  • Laporan Sebelum Bekerja.
Untuk memulai kerja penata anestesi sebaiknya mengikuti operan pagi yang dilakukan oleh kedua tim asisten bedah maupun tim penata anestesi yang malam melaporkan kepada tim asisten bedah dan penata anestesi yang pagi. Laporan yang dilakukan meliputi :
-- Berita acara yang mengenai kejadian-kejadian saat tim malam lalui dan jumlah operasi yang dilakukan maupun juga kejadian yang istimewa.
-- Laporan alat instrumen bedah yang sudah dipakai maupun yang akan dipakai nanti, serta pesanan dokter atas alat yang sudah dipakai maupun yang akan dipakai.
-- Laporan jadwal operasi yang akan dilakukan dalam hal kehadiran pasien di tempat maupun pembatalan tindakan operasi.
-- Laporan dokter jaga anestesi berserta pesanan atas kehadiran preop visit.
-- Laporan Ketenagaan perawat asisten bedah maupun anestesi yang sudah dilalui maupun yang nanti bekerja seperti cuti, sakit, ijin, atau dinas kotak maupun on Call.
-- laporan berita terakhir yang disampaikan oleh kepala unit berkisar informasi tentang rumah sakit yang bersangkutan.


  • Pesiapan Penata Anestesi.
Sebelum persian yang akan dilakukan sebaiknya kita menguasai kondisi jadwal operasi yang nanti terjadi sehingga bisa memenejemenkan dalam persiapan yang akan dilakukan.
Apabila masih ada Operasi yang belangsung atau belum selesai. Maka kita akan melanjutkan nya dengan memperhatikan situasi yang terjadi. perhatian itu berupa operan yang dilakukan oleh penata anestesi malam seperti :
-- Apa tindakan operasi yang dilakukan dan baru sampai mana?
-- Tindakan penata anestesi yang sudah dilalui dengan dokter anestesi siapa? seperti; jenis pembiusan?, IV line no berapa dan dimana?, kondisi pasien ( ada asma, alergi obat, riwayat operasi istimewa, kompos mentiskah, berat badan, hipertensikah atau DM kah atau penyakit yang harus diperhatikan, lab pasian HB? HT? BT? CT? dll.), Obat yang sudah diberikan (obat induksi maupun premedikasi) atau obat mentenance yang berikan?, telah terpasang apa dalam paket ventilator (terpasang ETT /ETNT/LMA beserta nomernya?, tambahan NGT atau CVC, Arteri line,), Gas mentenance apa? (N2O, O2, Air, Sevorane, isoflurane, desflurane dengan jumlah pemberian,?), Rumatan Syring Pump (NTG, Nitrocine, Precedex, atau Sejenis Propofol dengan jumlah pemberian?)
-- Instruksi akhir anestesi seperti ; Extubasi kah, obat post operasi?, nanti kembali ke lantai perawatan atau ke ruangan khusus (Icu, Iccu).

Persiapan anestesi dalam hal ini langsung meminta paket di farmasi yang di sesuai dengan dokter anestesi yang membius dan jam,nama pasien, beserta nama tindakan yang akan dilakukan. Setelah paket sudah didapat terdapat operan antara farmasi dengan penata anestesi seperti ; jenis paket dokter siapa?, jenis paket pembiusan?, kelengkapan obat?, tanda tangan penerima dan penngambil.
Persiapan paket yang diterima langsung penata menyiapkan hal-hal yang berikut ini :
-- Set Infus (alkohol soap, IV line, tegaderm, conecta plus, set sangofix / blatset, kolf , dan obat premedikasi sesuai intrusi dokter anestesi[cedantron/granon/vomizole/panso/rantin/narfos/kitryl].)
-- Set obat induksi (obat sedasi[fortanest/midazolam/dormicum], obat sakit[fentanyl/pethidine/dynastat/antrain/tramal/morphin], obat hipnotic[propofol/fresofol/trivam/recofol/ketalar], obat relaksan[roculax/ecron/atracurium/esmeron], obat emergency induksi[epedrine/raivas/atropin/nocoba], obat rumatan secaria[sintocinon/methergin]
-- Set spinal (bila pembiusan spinal) seperti ; set duk e/a steril, hanscun steril, jarum spinal[BD27, Spinocan 27, pajunk 27,29], spuit[no1,3,5], obat spinal[marcainheavi/buvanest/regivel], obat racikan spinal[catapres,morphin,ephineprine,dextrose 40%], obat lokal[lidocain]
-- Set intubasi ( langringoscope, tang magil, mandraine, spuit 20cc, cylicain jelly, stetoscope, plester besar sedang kecil, suction, gudle, LMA/ETT/ETNT)
-- Set Ventilator (facemask, rebriting, gas mentenance stanbay[O2, N2O, Air, Sevorane, Desflurane, Isoflurane,dll]) dengan di uji coba test lung.
-- Set meja operasi (meja operasi stanbay[terselimuti perlak dan leken besar dan meja operasi dapat di operasikan], tempat tangan kanan kiri dan booh sudah didekatkan ditempat yang terjangakau, tiang infus stanbay, dan restrain tangan 2 buah).


  • Penerimaan Pasien Datang ke Kamar Operasi.
Sebelum proses penerimaan pasien terjadi atau pasien datang dari lantai dan admention, sebaiknya ada yang perlu diperhatikan yaitu :
-- Untuk pasien yang sudah dirawat di ruang perawatan sebaiknya di cek kembali preop visit dokter anestesi, bila belum konfirmasi kembali ke dokter anestesi kembali, bila sudah preop visit diharuskan segera kekamar operasi (1 jam sebelum operasi sudah di panggil untuk diantar kekamar operasi dan 30 menit sebelum operasi sudah di kamar operasi untuk persiapan penata anestesi mempersiapakan pasiennya).
-- Tempat tidur diruang persiapan diharuskan sudah stanbay.
-- Bila kamar operasi penuh dikarenakan ada operasi yang sulit maka kemungkinan operasi selanjutnya mundur sehingga petugas penata harus menginformasikan ke ruang perawatan untuk diharapkan menunggu sebentar dan akan dipanggil ulang kembali.
-- Apabila pasien sudah dipanggil untuk segera kekamar operasi maka tandai lah papan jadwal dengan tanda hijau di samping jamnya dan lingkarilah bila pasien sudah ada di kamar operasi.

Sesampai nya pasien datang kekamar operasi kita sebagai petugas kamar operasi memiliki sikap memberi salam, mengenalkan diri, baik, empati dan tidak menakutkan, dikarenakan pasien yang datang sebagian besar menghadapi kecemasan tinggi.
Laporan file pasien akan dibacakan oleh perawat ruangan dan yang kita periksa adalah sebagai berikut :
-- Lembaran cek pre op di akhiri tanda tangan si penerima dan pengantar pasien beserta tanggal, jam dan nama.
-- Lembaran A3 atau persetujuan operasi bila orang asing A1.mengetahui nama tindakan sesuaikan dengan jadwal yang ada.
-- Lembaran data penunjang seperti lab, ronggen, dan ekg dll. mengetahui adanya moda HB sebelum operasi dan resiko ventilator terhadap paru-paru.
-- Lembaran anestesi. mengetahui dokter anestesi sudah preo visit belum dan pengkajiannya terhadap BB, riwayat Operasi, asma dan alergi begitu juga ASSA dan jenis pembiussan yang akan dilakukan.
-- Lembaran Daftar obat. mengetahui obat apa saja yang sudah diberikan.
-- Identitas pasien. mengetahui kelas dan kamar berapa untuk menentukan jenis obat
setelah itu segera buatkan langsung papan catatan anestesi seperti lembaran 2resep, cast slip, A3, lembaran anestesi dan lembaran daftar obat. kemudian siapkan pasien di tempat tidur ruang persiapan dengan mengenakan topi operasi,bantal dan selimut.




  • Penatalaksanaan Penata Anestesi Di Ruang Persiapan.
Adapun persiapan yang harus yang dilakukan adalah memasang infus dan mengkaji kembali kepada pasien tentang riwayat tindakan operasi dan riwayat asma, alergi obat, penyakit lain. guna membuat wacana pembicaraan agar pasien tidak terlalu cemas terhadap persiapannya.
Dalam pemasangan infus yang harus diperhatikan adalah letak pemasangan infus itu sendiri. memang di usahakan pemasangan dilokasikan ditangan kiri akan tetapi bila terdapat ltempat lokasi operasi sebaiknya di sebelah kanan agar tidak mengganggu jalan operasi. permisalan operasi fraktur tangan kiri atau operasi tumor payudara kiri sebaiknya lokasi infus sebaiknya di tangan kanan, dan kejadian sebaliknya.
Selain itu yang di perhatikan lagi terhadap set infus adalah bila operasi yang menggunakan cara laparascopy sebaikknya set infus diperpanjang karena sebagian besar operasi dengan cara laparascopy kedua tangan atau salah satu tangan pasien saat operasi akan diposisikan di sisi badan pasien agar saat dokter bedah bekerja dapat menggunakan alat laparascopy dengan bebas tanpa terganggu tangan pasien yang melintang.
Tehnik pemasangan infus agar pembuluh darah mudah dicari, apalagi pada pasien yang bebadan gemuk biasanya sulit sekali ditambah pasien sedang cemas akan terjadi fase konstriksi pembuluh darah yang tidak biasanya. karena cemas sebagian besar membuat badan pasien memiliki suhu manjadi dingin ditambah suhu ac ruangan kamar operasi yang dingin membuat pembuluh darah mengalami fase konstriksi. Jadi ada trik untuk mengatasi hal tersebut, seperti :
-- Memposisikan bagian kepala tempat tidur semifowler agar posisi jantung pasien terletak diatas yang membuat aliran darah kebawah meningkat sehingga saat pergelangan tangan distuing akan cepat mengembang dan mudah di dapat.
-- setelah di stuing dapat menggunakan tehnik menggosok-gosokan tepat kemungkinan pembuluh darah berada atau dapat di tepuk sedikit agar tangan yang dingin akibat suhu ruangan atau stersor pasien dapat menjadi hangat sehingga pengembangan atau fasodilator akan terjadi dan pembuluh darah menjadi mengembang atau tampak membesar.
Begitu juga ruang pesian pasien berguna untuk menunggu dokter badah dan anestesi datang karena bila menunggu di ruang kamar operasi dengan beranekaragam alat bedah dan anestesi membuat spikologis pasien menjadi buruk.


  • Penatalaksanaan Penata Anestesi Dalam Tindakan Pembedahan.
Saat dokter bedah maupun dokter anestesi sudah datang pasien segera dipindahkan ke tempat ruang kamar operasi dengan pindah tempat tidur pula.
Pertama kita persiapkan terlebih dahulu pemasangan tangan pasien bila diperlukan dan disiapkan ikatan tangan atau restrain tetapi jangan dikikat dulu, restrain di gunakan setelah pasien tidur.
Kedua,pasang monitor TTV seperti alat tekanan darah yang sebaiknya di letakkan di tangan yang tidak terdapat infus atau lokasi operasi. Kemudian alat EKG monitor, dengan posisi yang baik diusahan tidak terkena bagian tulang yang menonjol. bagian kanan terletak di subclavia kanan dan kiri di subclavia kiri dan terakhir terletak di mid axilla intercostal 5, apabila mengganggu lokasi operasi bila diletakan di bagian punggung dengan sejajar letakan yang ada di dada.
Ketiga, kita cek ulang kesiapan obat anestesi yang akan digunakan dokter, kemudian ke adekuatan posisi infus, setelah itu cek kesiapan alat intubasi yang akan digunakan, lalu kesiapan ventilator dengan gas yang akan digunakan.
Keempat, kita siap dengan hanscun onsteril dan siap memengang face fase yang tersambung dengan ventilator.
Sebelum obat induksi diberikan oleh dokter anestesi kita harus melakukan time out pre induksi obat yang idealnya dilakukan oleh onloop
Adapun time out yang harus dicek yaitu:
-- Benar nama pasien, yang dicocokkan dengan gelang identitas pasien dan surat persetujuan tindakan operasi.
-- Benar nama tindakan operasi dan letak operasi, dengan disetujui oleh dokter anestesi ,dokter bedah dan pasien itu sendiri.
-- Benar nama dokter bedah atau operator. dengan menyebutkan nama dokter bedah, nama dokter anestesi , nama asisten dokter bedah, nama asisten intrumen bedah dan onloop, dan nama penata anestesi.
-- Dan terakhir pengecekkan kesiapan alat instrumen dan kesiapan obat emergensi si penata. dengan mengatakan telah siap.



  • Penatalaksanaan Penata Anestesi Di Ruang Pemulihan.
 Point yang harus  diperhatikan sebagai penata anestesi  di ruang pemulihan adalah sebagai berikut :

Pertama 
   Monitoring tanda-tanda vital yang biasanya dapat menggunakan alat khusus TTV seperti NIBP (pengukur  tekanan darah),  EKG (rekaman listrik jantung),  SPO2 (pendektesian saturasi oksigen dalam tubuh dengan satuan persen).

Kedua
   konfimasikan dengan kondisi klinis pasien seperti :
airway yaitu jalan napas pasien harus lancar dengan tidak ada bantuan dan dengan ada  bantuan seperti orofaring airway atau nasofaring airway dengan posisi kepala ektension. Breathing yaitu pernapasan dengan napas dada yang stabil dalam keadaan normal 12 sampai 20 x/menit (dewasa), 15 sampai 25 x/menit. Circulasi yaitu kondisi peredaran darah dengan observasi tekanan darah dan warna pembuluh darah perifer nilai normal 110/60 sampai 130/90mmhg dan nadi 60 sampai 80x/menit dan untuk anak dibawah balita dianjurkan hanya nadi 99 sampai 110 x/menit

Ketiga
  Periksa lokasi incici post operasi dengan keadaan terkini seperti tidak ada rembasan atau berdarah. kemudian tingkat nyeri incici luka post operasi

Keempat
   Dokumentasikan ke laporan catatan observasi dengan jelas dan dilakuakn setiap 15 menit selam observasi 1jam setelah pasien composmentis dan selebihnya menunggu jemputan dari pihak petugas keperawatan 



  • Penatalaksanaan penata Anestesi Saat pasien Dijemput.
  
Operan yang dilakukan menginformasikan data sebelum operasi, selama operasi dan sesudah operasi dengan kategori catatan dokter bedah dan catatan dokter anastesi